Komunikasi
korporat sebagai disiplin yang relatif baru dalam dunia komunikasi pada awalnya
lebih memfokuskan diri pada penyampaian pesan-pesan korporat kepada pihak
eksternal. Namun dalam perkembangannya
perusahaan dan juga organisasi publik semakin perlu memperhatikan karyawannya. Dalam perkembangannya
saat ini dapat dikatakan bahwa posisi karyawan sama pentingnya dengan
kontribusi konsumen dan pemangku kepentingan lainnya bagi berlanjutnya
eksistensi organisasi tersebut[1]
atau bahkan yang terpenting bagi kepentingan organisasi secara keseluruhan karena
baik-buruknya kondisi moral karyawan akan sangat berpengaruh terhadap kondisi
organisasi secara keseluruhan[2]. Tulisan ini akan membahas bagaimana menjalankan komunikasi internal terutama bagi korporasi, namun demikian sebagian besar poin di dalamnya idealnya dapat diterapkan di organisasi publik lain yang saat ini dituntut harus mengejar ketertinggalannya di bidang komunikasi dengan perusahaan swasta terutama korporasi besar.
Dari
perkembangan pemahaman komunikasi korporat di atas muncul konsep komunikasi internal, suatu fungsi
komunikasi yang relatif masih baru namun sangat berkembang pesat terutama di
sektor komersial, istilah ini dahulu disebut juga “komunikasi staf”, “hubungan
kerja”, atau istilah yang lebih kuno “hubungan industrial” atau di masa
sekarang disebut juga “manajemen perubahan/change management” atau “manajemen
reputasi atau transformasi”,[3]
singkatnya merupakan komunikasi dengan para karyawan secara internal di dalam
perusahaan atau organisasi. Komunikasi internal ini merupakan tambahan kategori dari bentuk
komunikasi eksternal yang dilakukan oleh korporat terhadap para pemangku
kepentingan seperti konsumen, investor dan publik luas.
Beberapa faktor yang mendorong semakin pentingnya komunikasi internal, yang pertama adalah tingkat pendidikan karyawan yang semakin tinggi, meningkatkan juga ekspektasi mereka terhadap organisasi dan meningkatkan tuntutan untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan di dalamnya. Selanjutnya, terjadinya perubahan pada lingkungan kerja seperti pengetatan karyawan, jam kerja yang semakin panjang, beban kerja yang lebih berat dan kinerja yang dituntut untuk semakin baik ditambah dengan sistem pengalihan kerja (outsourcing), hal ini menyebabkan semakin tingginya ketakutan dan kekhawatiran dari pihak karyawan terhadap perusahaannya. Selain itu, semakin kompleks dan kompetitifnya lingkungan bisnis juga meningkatkan tekanan pada karyawan. Dan yang terakhir, adanya kemungkinan kekurangan tenaga kerja berkualitas dan semakin tingginya persaingan untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas di antara perusahaan dan organisasi besar.[4] Faktor-faktor di atas memberikan tekanan kepada karyawan dan membuat perusahaan perlu melakukan sesuatu untuk memperkuat kinerja dan loyalitas mereka terhadap perusahaan. Perusahaan harus menemukan titik tengah antara memberikan arahan korporat yang bersifat top-down dan mengikat kepada karyawan dengan juga memberikan ruang bagi karyawan untuk mengembangkan kreatifitas dan otonomi dalam rangka memelihara moral karyawan untuk dapat memenuhi target kinerja yang diharapkan oleh perusahaan.[5]
Beberapa faktor yang mendorong semakin pentingnya komunikasi internal, yang pertama adalah tingkat pendidikan karyawan yang semakin tinggi, meningkatkan juga ekspektasi mereka terhadap organisasi dan meningkatkan tuntutan untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan di dalamnya. Selanjutnya, terjadinya perubahan pada lingkungan kerja seperti pengetatan karyawan, jam kerja yang semakin panjang, beban kerja yang lebih berat dan kinerja yang dituntut untuk semakin baik ditambah dengan sistem pengalihan kerja (outsourcing), hal ini menyebabkan semakin tingginya ketakutan dan kekhawatiran dari pihak karyawan terhadap perusahaannya. Selain itu, semakin kompleks dan kompetitifnya lingkungan bisnis juga meningkatkan tekanan pada karyawan. Dan yang terakhir, adanya kemungkinan kekurangan tenaga kerja berkualitas dan semakin tingginya persaingan untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas di antara perusahaan dan organisasi besar.[4] Faktor-faktor di atas memberikan tekanan kepada karyawan dan membuat perusahaan perlu melakukan sesuatu untuk memperkuat kinerja dan loyalitas mereka terhadap perusahaan. Perusahaan harus menemukan titik tengah antara memberikan arahan korporat yang bersifat top-down dan mengikat kepada karyawan dengan juga memberikan ruang bagi karyawan untuk mengembangkan kreatifitas dan otonomi dalam rangka memelihara moral karyawan untuk dapat memenuhi target kinerja yang diharapkan oleh perusahaan.[5]
Untuk mencapai tujuan di atas, maka konsep komunikasi
internal bukanlah sekedar “acara/event” yang dijalankan secara terpisah atau suatu kegiatan khusus yang dijalankan satu atau beberapa kali dan langsung diharapkan menghasilkan sesuatu namun merupakan satu proses berkelanjutan
yang harus diawali dengan strategi yang komprehensif. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
saat mengembangkan komunikasi internal yang efektif yaitu pertama-tama mendapatkan
dukungan dari pimpinan tertinggi, bangun komunikasi internal berdasarkan
kepentingan bisnis perusahaan atau tujuan utama organisasi, sehingga pimpinan mengetahui jika tidak
melakukan komunikasi internal maka bisnisnyalah yang akan terancam. Dengan
pertimbangan ini maka usaha komunikasi internal akan dilakukan dengan komitmen
yang penuh dari pimpinan korporat. Kedua, mempersiapkan
staf HR (human resource - sumber daya manusia) dan corporate communication, ketahui kesenjangan antara keinginan
pimpinan dengan keinginan karyawan untuk dijembatani oleh proses komunikasi
internal tersebut. Ketiga, mempersiapkan
karyawan untuk menerima pesan korporat dari pimpinan, sesuaikan momentum dengan
pesan yang diberikan, karena jika pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan momentum yang menyelimuti sebagian besar karyawan maka pesan korporat akan semakin sulit diterima oleh karyawan. Selanjutnya, pimpinan
dan manajer serta staf komunikasi internal wajib memberikan teladan tentang
budaya korporat dan atau pesan-pesan dalam komunikasi formal yang telah disampaikan
kepada karyawan - walk the talk, dapatkan dukungan penuh dari semua bagian manajemen, karena
jika terdapat bagian manajemen yang tidak mendukung rencana komunikasi internal
maka sulit untuk menyukseskan rencana atau tujuan korporat tersebut. Selain itu, korporat juga perlu secara berkala dan kreatif memberikan
pelatihan dan dukungan kepada manajemen terdepan, untuk semakin memperkuat
pesan korporat yang akan disebarkan.
Dalam menjalankan komunikasi internal perlu diperhatikan bahwa penyampaian pesan dijalankan secara berulang-ulang dengan metode atau cara-cara yang bervariasi. Di antaranya melalui sejumlah jalur komunikasi meliputi pertemuan tatap muka secara rutin dengan topik yang jelas dan dibatasi sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi baik oleh karyawan dan juga oleh perusahaan. Selain itu pimpinan idealnya dapat berkomunikasi kepada seluruh karyawan secara on line baik melalui intranet atau internet. Namun demikian, penggunaan internet tetap harus dilakukan dengan hati-hati karena internet dengan sifatnya yang nyaris tak terbatas dapat juga dapat mengalihkan perhatian karyawan sehingga mengganggu produktifitasnya. Selanjutnya, ciptakan publikasi cetak yang berorientasi pada karyawan - yaitu publikasi yang menjadikan karyawan sebagai subjek/pelaku bukan sekedar objek korporat, publikasi korporat tersebut setidaknya harus berkualitas sama dengan media cetak komersial yang biasa dikonsumsi atau bahkan lebih baik agar para karyawan mau menggunakannya sebagai sumber informasi. Selain melalui media cetak, jika memungkinkan perlu dikembangkan komunikasi secara visual melalui televisi atau siaran video.
Dalam berbagai kanal komunikasi internal tersebut, komunikan perlu fokus pada branding internal, para karyawan juga harus diperlakukan seperti konsumen, perusahaan harus membuat para karyawannya mengetahui atau menguasai info produk yang mereka hasilkan atau bahkan juga menyukainya/memakainya. Yang terakhir selain kanal-kanal komunikasi formal yang telah disebutkan di atas, pimpinan perlu memperhatikan dan mempersiapkan opsi respon yang tepat untuk menhadapi jalur komunikasi informal seperti kasak-kusuk atau selentingan di antara pegawai yang seringkali lebih cepat dari media komunikasi lainnya dan sangat dipercaya.[6]
Mendorong terjadinya komunikasi dua arah (diskusi), konsisten untuk mendorong kesungguhan terjadinya diskusi dan penggunaan hasil diskusi dalam keputusan korporat.[7]
Dalam menjalankan komunikasi internal perlu diperhatikan bahwa penyampaian pesan dijalankan secara berulang-ulang dengan metode atau cara-cara yang bervariasi. Di antaranya melalui sejumlah jalur komunikasi meliputi pertemuan tatap muka secara rutin dengan topik yang jelas dan dibatasi sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi baik oleh karyawan dan juga oleh perusahaan. Selain itu pimpinan idealnya dapat berkomunikasi kepada seluruh karyawan secara on line baik melalui intranet atau internet. Namun demikian, penggunaan internet tetap harus dilakukan dengan hati-hati karena internet dengan sifatnya yang nyaris tak terbatas dapat juga dapat mengalihkan perhatian karyawan sehingga mengganggu produktifitasnya. Selanjutnya, ciptakan publikasi cetak yang berorientasi pada karyawan - yaitu publikasi yang menjadikan karyawan sebagai subjek/pelaku bukan sekedar objek korporat, publikasi korporat tersebut setidaknya harus berkualitas sama dengan media cetak komersial yang biasa dikonsumsi atau bahkan lebih baik agar para karyawan mau menggunakannya sebagai sumber informasi. Selain melalui media cetak, jika memungkinkan perlu dikembangkan komunikasi secara visual melalui televisi atau siaran video.
Dalam berbagai kanal komunikasi internal tersebut, komunikan perlu fokus pada branding internal, para karyawan juga harus diperlakukan seperti konsumen, perusahaan harus membuat para karyawannya mengetahui atau menguasai info produk yang mereka hasilkan atau bahkan juga menyukainya/memakainya. Yang terakhir selain kanal-kanal komunikasi formal yang telah disebutkan di atas, pimpinan perlu memperhatikan dan mempersiapkan opsi respon yang tepat untuk menhadapi jalur komunikasi informal seperti kasak-kusuk atau selentingan di antara pegawai yang seringkali lebih cepat dari media komunikasi lainnya dan sangat dipercaya.[6]
Mendorong terjadinya komunikasi dua arah (diskusi), konsisten untuk mendorong kesungguhan terjadinya diskusi dan penggunaan hasil diskusi dalam keputusan korporat.[7]
8. Kembangkan
rencana aksi yang jelas dan terukur.
9. Laksanakan
rencana tersebut dengan konsisten.
1. Evaluasi
hasilnya untuk menjadi bahan perbaikan di masa depan.[8]
Komunikasi
internal harus dapat menciptakan perubahan perilaku karyawan yang sesungguhnya
dengan mendorong perubahan perilaku pada manajer dan supervisor. Di antara
beberapa perubahan perilaku itu adalah:
a. Karyawan
dirubah untuk menjadi “brand ambassador” dari perusahaan tersebut sehingga semua
perilakunya di luar akan meningkatkan reputasi perusahaan.
b. Karyawan
menghasilkan karya yang berkualitas dan memuaskan kebutuhan konsumen.
c. Karyawan
yang telah berkualitas tadi tidak meninggalkan perusahaan untuk bekerja di
tempat lain.
Bentuk komunikasi
internal
Secara
konten komunikasi internal dapat dibagi menjadi dua jalur, yaitu:
1. Komunikasi
manajemen, yaitu komunikasi antara manajer dengan bawahannya dan biasanya
terkait dengan tugas spesifik sehari-hari karyawan tersebut, bentuk komunikasi
dalam hal ini biasanya verbal dan tatap muka dan dilakukan oleh manajer
terkait.
2. Sistem
komunikasi dan informasi korporat (Corporate Information and Communication
Systems – CICS), yaitu penyebaran keputusan dan informasi perkembangan korporat
ke seluruh bagian, seluruh karyawan perusahaan tersebut. Informasi dalam sistem
ini bersifat umum tentang kondisi korporat secara keseluruhan.
Dua
jalur komunikasi di atas berbeda dalam konten namun saling melengkapi karena
komunikasi manajemen dapat mencakup komunikasi “downward” dan “upward” melalui
komunikasi verbal dan tatap muka antara manajer dengan karyawan secara langsung.
Sedangkan CICS lebih kepada komunikasi “downward” walaupun pada saat tertentu dapat
juga bersifat “upward” dengan melakukan diskusi dalam rapat kerja tahunan yang
dihadiri semua karyawan. Dengan konsistennya komunikasi eksternal dan internal yang
dapat diandalkan dan dipercaya, reputasi perusahaan akan meningkat dan dengan
peningkatan reputasi perusahaan tersebut para karyawan cenderung memiliki kebanggan
ikut serta dalam perusahaan tersebut, pada akhirnya rasa bangga akan berujung
pada meningkatkan kinerja.[9]
Sebaliknya
jika terjadi “keheningan organisasional” atau diamnya para karyawan, maka hal
itu merupakan pertanda yang kurang baik terhadap pelaksanaan komunikasi
internal, di mana di dalam kediaman itu terjadi kemacetan komunikasi “upward”
yang akan mengurangi sensitifitas perusahaan untuk menerima masukan dan kritik
dari konstituen terpentingnya, sehingga perusahaan gagal mengidentifikasi
kesalahan yang dilakukan dan rentan mengalami kesalahan dalam mengambil
keputusan strategis.
Terdapat
metode alternatif untuk melaksanakan komunikasi internal selain pertemuan
antara manajer dengan bawahan, pesan-pesan korporat di media cetak internal,
video, intranet atau rapat kerja umum. Di antaranya adalah pembentukan komunitas
pelaksana, yaitu komunitas yang terdiri dari berbagai karyawan di berbagai
level jabatan (komunikasi diagonal,
vertical dan horizontal) berkumpul secara semi informal atau bahkan informal
untuk mendiskusikan topik pekerjaan mereka sehingga diperoleh satu pemahaman
pekerjaan yang semakin baik. Komunitas ini dapat dibentuk lintas lokasi dengan
menggunakan kemajuan media sosial internet seperti facebook.com dan lain-lain.
Contohnya adalah learning communities di HP, family groups di Xerox
Corporation, thematic groups di World Bank, peer groups di BP, knowledge
networks di IBM.
Dengan
batasan yang fleksibel, komunitas ini dapat secara bebas mengembangkan
pengetahuan mengenai topik pekerjaannya atau juga dapat menambah pengetahuan
dari topik pekerjaan lain dengan melakukan diskusi dengan komunitas lainnya.
Sehingga karyawan terus meng-upgrade kemampuan mereka untuk diterapkan dalam
perusahaan.[10]
Contoh kasus di lembaga Sekretariat Komisi Pemilihan Umum, berbagai komunitas
ini juga telah dibentuk terutama melalui media internet facebook.com, di
antaranya: Group Biro SDM Setjen KPU, Pengadaan Barang/Jasa KPU, pengelola
keuangan dan kelompok-kelompok lainnya. pembentukan kelompok ini sangat membantu
karyawan di seluruh Indonesia untuk menyebarkan aturan terbaru dari pusat dan
pemahaman terhadap aturan-aturan tersebut, sehingga tercipta suatu kesepahaman
menghadapi peraturan yang sangat sering berubah-ubah.
Momen
khusus untuk melaksanakan komunikasi internal:
1. Saat
penerimaan karyawan baru, masa pertama karyawan masuk ke dalam perusahaan
merupakan momen yang tepat untuk membangun komunikasi yang erat dengan
karyawan. Kesan pertama sangat berpengaruh terhadap kelanjutan komunikasi
antara karyawan dan manajemen. Mulailah penjelasan dari hal yang terkecil
sampai permasalahan yang paling besar (tempat parkir sampai dengan tujuan umum
perusahaan)
2. Melakukan
program masukan/saran dari karyawan, program masukan karyawan ini sangat
penting dilakukan namun sebagian besar kurang dikelola dengan baik sehingga
tidak sejalan dengan kebutuhan strategis perusahaan dan hanya menghasilkan
keluhan-keluhan karyawan bukan masukan yang konstruktif bagi pengembangan
perusahaan.[11]
Untuk itu program masukan karyawan harus didesain secara khusus (spesifik),
mudah direspon oleh manajer, hasilnya didiskusikan dengan sebagian besar staf
dan kelola ekspektasi karyawan sehingga program masukan tersebut tidak dianggap
sebagai acara basa-basi semata.
Manfaat komunikasi
internal
Beberapa
hal yang dikaitkan dengan efektifnya pelaksanaan komunikasi internal di
antaranya:
1. Lebih
tingginya nilai pasar dan bagi hasil saham pada perusahaan yang melakukan
komunikasi internal yang efektif dibandingkan yang tidak melakukan komunikasi
internal yang efektif.
2. Lembaga
yang melakukan komunikasi internal yang lebih efektif akan mengalami angka
keluar masuk karyawan yang lebih rendah dibandingkan yang kurang efektif.[12]
Penanggung jawab
komunikasi internal
Idealnya
komunikasi internal merupakan tanggungjawab pimpinan eksekutif tertinggi (CEO) organisasi
atau perusahaan tanpa memandang besar kecil ukuran perusahaan tersebut. namun
pada pelaksanaannya terjadi berbagai variasi. Sebagian besar perusahaan
mendelegasikan tanggung jawab ini pada dewan direksi kemudian diteruskan ke
dalam departemen khusus.[13] Beberapa
variasi penempatan tanggung jawab komunikasi internal di berbagai perusahaan
sebagai berikut:
1. Pada
masa-masa awal dikenalnya konsep komunikasi internal, tanggungjawab komunikasi
internal dipegang oleh bagian sumber daya manusia (human resource/HR),[14]
bagian HR selain melakukan perekrutan, perhitungan penghasilan dan administrasi
kepegawaian serta mengelola benefit lainnya, juga memberikan pelatihan dan sosialisasi
tentang berbagai aspek dalam perusahaan terhadap karyawannya sejak pertama kali
karyawan tersebut bekerja di perusahaan tersebut. Pada aspek sosialisasi dan
pelatihan inilah HR berperan dalam menyampaikan apa yang diinginkan oleh
manajemen agar perusahaan tersebut dapat terus berkembang, di antara poin-poin
yang sering disampaikan di sana adalah kondisi terbaru perusahaan, target yang
diharapkan, ide-ide pengembangan, nilai-nilai perusahaan, budaya perusahaan dan
berbagai aspek lainnya. Alur komunikasi internal dalam hal ini cenderung bersifat
ke bawah (downward).
2. Namun
dalam perkembangannya penyampaian pesan dari atas ke bawah itu tidaklah cukup.
Para karyawan di masa ini tidak lagi dapat dijadikan sebagai objek pasif untuk
menerima pesan-pesan korporat dan menjalankannya tanpa banyak tanya. Sehingga untuk
mengakomodir perkembangan ini fungsi komunikasi internal di masa-masa sekarang banyak
yang ditempatkan secara khusus pada departemen corporate communication yang
tidak hanya menyebarkan pesan korporat namun juga menyediakan media diskusi.
3. Pada
perusahaan besar sebaiknya ada satu pihak yang bertanggungjawab terhadap
komunikasi internal baik di dalam departemen HR dan juga di dalam departemen
corporate communication, yang hubungan di antaranya digambarkan dengan garis
kordinasi antar departemen.
4. Perusahaan
besar dengan pembagian divisi yang banyak seringkali menempatkan perwakilan
komunikasi internal di dalam setiap divisi yang bertanggungjawab kepada
manajemen divisi sekaligus juga langsung kepada departemen corporate
communication pusat.
5. Terdapat
juga perusahaan yang menggunakan lembaga luar untuk melakukan komunikasi
internal di perusahaannya. Contohnya pada tahun 2001 General Motors menggunakan
konsultan komunikasi hubungan industry dari New York untuk menangani komunikasi
dengan karyawannya.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas terlihat bahwa komunikasi internal sebagai disiplin baru sangat
berkembang pesat dan memiliki ragam variasi penerapan yang luas.
Variasi-variasi tersebut terjadi karena pada dasarnya komunikasi dalam hal ini
komunikasi internal adalah menghadapi manusia dengan berbagai sifatnya yang
unik ditambah lingkungan eksternal yang juga berbeda-beda. Sehingga satu
strategi yang berhasil pada perusahaan A tidak serta merta dapat diterapkan
secara sukses terhadap perusahaan lain. Perlu pemetaan yang spesifik terhadap
masing-masing perusahaan untuk mendapatkan strategi komunikasi internal yang
efektif.
Penulis: Rahmat Purwono
Penulis: Rahmat Purwono
Daftar Pustaka
Harvard School of Business and Society for Human
Resources Management, The Essentials of
Corporate Communications and Public Relations, Harvard School of Business
Publishing, Boston, Massachusetts, 2006.
Joep Cornelissen, Corporate Communication: A Guide to Theory and Practice, 3rd
edn, Sage Publication, London, 2011.
Lyn Smith & Pamela Mounter, Effective Internal Communication, 2nd edn, Kogan Page,
London, 2008.
Paul A. Argenti, Corporate
Communication, 5th edn, McGraw Hill, New York, 2009.
[1] Joep Cornelissen, Corporate
Communication: A Guide to Theory and Practice, 3rd Edition, Sage
Publication, London, 2011, p. 163
[2] Paul A. Argenti, Corporate
Communication, 5th edn, McGraw Hill, New York, 2009, p. 183.
[3] Lyn Smith & Pamela Mounter, Effective
Internal Communication, 2nd Edition, Kogan Page, London, 2008,
pp. 4-9.
[4] Paul A. Argenti, Corporate
Communication, 5th edn, pp. 183-185.
[5] Joep Cornelissen, Corporate
Communication: A Guide to Theory and Practice, 3rd Edition, p.
163.
[6] Paul A. Argenti, Corporate
Communication, 5th edn, pp. 188-198.
[7] Harvard School of Business and Society for
Human Resources Management, The
Essentials of Corporate Communications and Public Relations, Harvard School
of Business Publishing, Boston, Massachusetts, 2006, pp. 112-115.
[8] Harvard School of Business and Society for
Human Resources Management, The
Essentials of Corporate Communications and Public Relations, pp. 116-117.
[9] Joep Cornelissen, Corporate
Communication: A Guide to Theory and Practice, 3rd Edition, pp.
164-168.
[10] Joep Cornelissen, Corporate
Communication: A Guide to Theory and Practice, 3rd Edition, p.
172.
[11] Harvard School of Business and Society for
Human Resources Management, The Essentials
of Corporate Communications and Public Relations, pp. 120-125.
[12] Harvard School of Business and Society for
Human Resources Management, The
Essentials of Corporate Communications and Public Relations, p. 107.
[13] Lyn Smith & Pamela Mounter, Effective
Internal Communication, 2nd Edition, p. 48.
[14] Paul A. Argenti, Corporate
Communication, 5th edn, pp. 186-188.