Kamis, 26 Mei 2016

Komunikasi Internal



Komunikasi korporat sebagai disiplin yang relatif baru dalam dunia komunikasi pada awalnya lebih memfokuskan diri pada penyampaian pesan-pesan korporat kepada pihak eksternal. Namun dalam perkembangannya perusahaan dan juga organisasi publik semakin perlu memperhatikan karyawannya. Dalam perkembangannya saat ini dapat dikatakan bahwa posisi karyawan sama pentingnya dengan kontribusi konsumen dan pemangku kepentingan lainnya bagi berlanjutnya eksistensi organisasi tersebut[1] atau bahkan yang terpenting bagi kepentingan organisasi secara keseluruhan karena baik-buruknya kondisi moral karyawan akan sangat berpengaruh terhadap kondisi organisasi secara keseluruhan[2]. Tulisan ini akan membahas bagaimana menjalankan komunikasi internal terutama bagi korporasi, namun demikian sebagian besar poin di dalamnya idealnya dapat diterapkan di organisasi publik lain yang saat ini dituntut harus mengejar ketertinggalannya di bidang komunikasi dengan perusahaan swasta terutama korporasi besar.
Dari perkembangan pemahaman komunikasi korporat di atas muncul konsep komunikasi internal, suatu fungsi komunikasi yang relatif masih baru namun sangat berkembang pesat terutama di sektor komersial, istilah ini dahulu disebut juga “komunikasi staf”, “hubungan kerja”, atau istilah yang lebih kuno “hubungan industrial” atau di masa sekarang disebut juga “manajemen perubahan/change management” atau “manajemen reputasi atau transformasi”,[3] singkatnya merupakan komunikasi dengan para karyawan secara internal di dalam perusahaan atau organisasi. Komunikasi internal ini merupakan tambahan kategori dari bentuk komunikasi eksternal yang dilakukan oleh korporat terhadap para pemangku kepentingan seperti konsumen, investor dan publik luas

Beberapa faktor yang mendorong semakin pentingnya komunikasi internal, yang pertama adalah tingkat pendidikan karyawan yang semakin tinggi, meningkatkan juga ekspektasi mereka terhadap organisasi dan meningkatkan tuntutan untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan di dalamnya. Selanjutnya, terjadinya perubahan pada lingkungan kerja seperti pengetatan karyawan, jam kerja yang semakin panjang, beban kerja yang lebih berat dan kinerja yang dituntut untuk semakin baik ditambah dengan sistem pengalihan kerja (outsourcing), hal ini menyebabkan semakin tingginya ketakutan dan kekhawatiran dari pihak karyawan terhadap perusahaannya. Selain itu, semakin kompleks dan kompetitifnya lingkungan bisnis juga meningkatkan tekanan pada karyawan. Dan yang terakhir, adanya kemungkinan kekurangan tenaga kerja berkualitas dan semakin tingginya persaingan untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas di antara perusahaan dan organisasi besar.[4] Faktor-faktor di atas memberikan tekanan kepada karyawan dan membuat perusahaan perlu melakukan sesuatu untuk memperkuat kinerja dan loyalitas mereka terhadap perusahaan. Perusahaan harus menemukan titik tengah antara memberikan arahan korporat yang bersifat top-down dan mengikat kepada karyawan dengan juga memberikan ruang bagi karyawan untuk mengembangkan kreatifitas dan otonomi dalam rangka memelihara moral karyawan untuk dapat memenuhi target kinerja yang diharapkan oleh perusahaan.[5]
Untuk mencapai tujuan di atas, maka konsep komunikasi internal bukanlah sekedar “acara/eventyang dijalankan secara terpisah atau suatu kegiatan khusus yang dijalankan satu atau beberapa kali dan langsung diharapkan menghasilkan sesuatu namun merupakan satu proses berkelanjutan yang harus diawali dengan strategi yang komprehensif. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat mengembangkan komunikasi internal yang efektif yaitu pertama-tama mendapatkan dukungan dari pimpinan tertinggi, bangun komunikasi internal berdasarkan kepentingan bisnis perusahaan atau tujuan utama organisasi, sehingga pimpinan mengetahui jika tidak melakukan komunikasi internal maka bisnisnyalah yang akan terancam. Dengan pertimbangan ini maka usaha komunikasi internal akan dilakukan dengan komitmen yang penuh dari pimpinan korporat. Kedua, mempersiapkan staf HR (human resource - sumber daya manusia) dan corporate communication, ketahui kesenjangan antara keinginan pimpinan dengan keinginan karyawan untuk dijembatani oleh proses komunikasi internal tersebut. Ketiga, mempersiapkan karyawan untuk menerima pesan korporat dari pimpinan, sesuaikan momentum dengan pesan yang diberikan, karena jika pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan momentum yang menyelimuti sebagian besar karyawan maka pesan korporat akan semakin sulit diterima oleh karyawan. Selanjutnya, pimpinan dan manajer serta staf komunikasi internal wajib memberikan teladan tentang budaya korporat dan atau pesan-pesan dalam komunikasi formal yang telah disampaikan kepada karyawan - walk the talk, dapatkan dukungan penuh dari semua bagian manajemen, karena jika terdapat bagian manajemen yang tidak mendukung rencana komunikasi internal maka sulit untuk menyukseskan rencana atau tujuan korporat tersebut. Selain itu, korporat juga perlu secara berkala dan kreatif memberikan pelatihan dan dukungan kepada manajemen terdepan, untuk semakin memperkuat pesan korporat yang akan disebarkan.

Dalam menjalankan komunikasi internal perlu diperhatikan bahwa penyampaian pesan dijalankan secara  berulang-ulang dengan metode atau cara-cara yang bervariasi. Di antaranya melalui sejumlah jalur komunikasi meliputi pertemuan tatap muka secara rutin dengan topik yang jelas dan dibatasi sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi baik oleh karyawan dan juga oleh perusahaan. Selain itu pimpinan idealnya dapat berkomunikasi kepada seluruh karyawan secara on line baik melalui intranet atau internet. Namun demikian, penggunaan internet tetap harus dilakukan dengan hati-hati karena internet dengan sifatnya yang nyaris tak terbatas dapat juga dapat mengalihkan perhatian karyawan sehingga mengganggu produktifitasnya. Selanjutnya, ciptakan publikasi cetak yang berorientasi pada karyawan - yaitu publikasi yang menjadikan karyawan sebagai subjek/pelaku bukan sekedar objek korporat, publikasi korporat tersebut setidaknya harus berkualitas sama dengan media cetak komersial yang biasa dikonsumsi atau bahkan lebih baik agar para karyawan mau menggunakannya sebagai sumber informasi. Selain melalui media cetak, jika memungkinkan perlu dikembangkan komunikasi secara visual melalui televisi atau siaran video.  

Dalam berbagai kanal komunikasi internal tersebut, komunikan perlu fokus pada branding internal, para karyawan juga harus diperlakukan seperti konsumen, perusahaan harus membuat para karyawannya mengetahui atau menguasai info produk yang mereka hasilkan atau bahkan juga menyukainya/memakainya. Yang terakhir selain kanal-kanal komunikasi formal yang telah disebutkan di atas, pimpinan perlu memperhatikan dan mempersiapkan opsi respon yang tepat untuk menhadapi jalur komunikasi informal seperti kasak-kusuk atau selentingan di antara pegawai yang seringkali lebih cepat dari media komunikasi lainnya dan sangat dipercaya.[6] 

Mendorong terjadinya komunikasi dua arah (diskusi), konsisten untuk mendorong kesungguhan        terjadinya diskusi dan penggunaan hasil diskusi dalam keputusan korporat.[7]
8.      Kembangkan rencana aksi yang jelas dan terukur.
9.      Laksanakan rencana tersebut dengan konsisten.
1.      Evaluasi hasilnya untuk menjadi bahan perbaikan di masa depan.[8]
Komunikasi internal harus dapat menciptakan perubahan perilaku karyawan yang sesungguhnya dengan mendorong perubahan perilaku pada manajer dan supervisor. Di antara beberapa perubahan perilaku itu adalah:
a.       Karyawan dirubah untuk menjadi “brand ambassador” dari perusahaan tersebut sehingga semua perilakunya di luar akan meningkatkan reputasi perusahaan.
b.      Karyawan menghasilkan karya yang berkualitas dan memuaskan kebutuhan konsumen.
c.       Karyawan yang telah berkualitas tadi tidak meninggalkan perusahaan untuk bekerja di tempat lain.
Bentuk komunikasi internal
Secara konten komunikasi internal dapat dibagi menjadi dua jalur, yaitu:
1.      Komunikasi manajemen, yaitu komunikasi antara manajer dengan bawahannya dan biasanya terkait dengan tugas spesifik sehari-hari karyawan tersebut, bentuk komunikasi dalam hal ini biasanya verbal dan tatap muka dan dilakukan oleh manajer terkait.
2.      Sistem komunikasi dan informasi korporat (Corporate Information and Communication Systems – CICS), yaitu penyebaran keputusan dan informasi perkembangan korporat ke seluruh bagian, seluruh karyawan perusahaan tersebut. Informasi dalam sistem ini bersifat umum tentang kondisi korporat secara keseluruhan.
Dua jalur komunikasi di atas berbeda dalam konten namun saling melengkapi karena komunikasi manajemen dapat mencakup komunikasi “downward” dan “upward” melalui komunikasi verbal dan tatap muka antara manajer dengan karyawan secara langsung. Sedangkan CICS lebih kepada komunikasi “downward” walaupun pada saat tertentu dapat juga bersifat “upward” dengan melakukan diskusi dalam rapat kerja tahunan yang dihadiri semua karyawan. Dengan konsistennya komunikasi eksternal dan internal yang dapat diandalkan dan dipercaya, reputasi perusahaan akan meningkat dan dengan peningkatan reputasi perusahaan tersebut para karyawan cenderung memiliki kebanggan ikut serta dalam perusahaan tersebut, pada akhirnya rasa bangga akan berujung pada meningkatkan kinerja.[9]
Sebaliknya jika terjadi “keheningan organisasional” atau diamnya para karyawan, maka hal itu merupakan pertanda yang kurang baik terhadap pelaksanaan komunikasi internal, di mana di dalam kediaman itu terjadi kemacetan komunikasi “upward” yang akan mengurangi sensitifitas perusahaan untuk menerima masukan dan kritik dari konstituen terpentingnya, sehingga perusahaan gagal mengidentifikasi kesalahan yang dilakukan dan rentan mengalami kesalahan dalam mengambil keputusan strategis.
Terdapat metode alternatif untuk melaksanakan komunikasi internal selain pertemuan antara manajer dengan bawahan, pesan-pesan korporat di media cetak internal, video, intranet atau rapat kerja umum. Di antaranya adalah pembentukan komunitas pelaksana, yaitu komunitas yang terdiri dari berbagai karyawan di berbagai level jabatan (komunikasi diagonal,  vertical dan horizontal) berkumpul secara semi informal atau bahkan informal untuk mendiskusikan topik pekerjaan mereka sehingga diperoleh satu pemahaman pekerjaan yang semakin baik. Komunitas ini dapat dibentuk lintas lokasi dengan menggunakan kemajuan media sosial internet seperti facebook.com dan lain-lain. Contohnya adalah learning communities di HP, family groups di Xerox Corporation, thematic groups di World Bank, peer groups di BP, knowledge networks di IBM.
Dengan batasan yang fleksibel, komunitas ini dapat secara bebas mengembangkan pengetahuan mengenai topik pekerjaannya atau juga dapat menambah pengetahuan dari topik pekerjaan lain dengan melakukan diskusi dengan komunitas lainnya. Sehingga karyawan terus meng-upgrade kemampuan mereka untuk diterapkan dalam perusahaan.[10] Contoh kasus di lembaga Sekretariat Komisi Pemilihan Umum, berbagai komunitas ini juga telah dibentuk terutama melalui media internet facebook.com, di antaranya: Group Biro SDM Setjen KPU, Pengadaan Barang/Jasa KPU, pengelola keuangan dan kelompok-kelompok lainnya. pembentukan kelompok ini sangat membantu karyawan di seluruh Indonesia untuk menyebarkan aturan terbaru dari pusat dan pemahaman terhadap aturan-aturan tersebut, sehingga tercipta suatu kesepahaman menghadapi peraturan yang sangat sering berubah-ubah.
Momen khusus untuk melaksanakan komunikasi internal:
1.      Saat penerimaan karyawan baru, masa pertama karyawan masuk ke dalam perusahaan merupakan momen yang tepat untuk membangun komunikasi yang erat dengan karyawan. Kesan pertama sangat berpengaruh terhadap kelanjutan komunikasi antara karyawan dan manajemen. Mulailah penjelasan dari hal yang terkecil sampai permasalahan yang paling besar (tempat parkir sampai dengan tujuan umum perusahaan)
2.      Melakukan program masukan/saran dari karyawan, program masukan karyawan ini sangat penting dilakukan namun sebagian besar kurang dikelola dengan baik sehingga tidak sejalan dengan kebutuhan strategis perusahaan dan hanya menghasilkan keluhan-keluhan karyawan bukan masukan yang konstruktif bagi pengembangan perusahaan.[11] Untuk itu program masukan karyawan harus didesain secara khusus (spesifik), mudah direspon oleh manajer, hasilnya didiskusikan dengan sebagian besar staf dan kelola ekspektasi karyawan sehingga program masukan tersebut tidak dianggap sebagai acara basa-basi semata.
Manfaat komunikasi internal
Beberapa hal yang dikaitkan dengan efektifnya pelaksanaan komunikasi internal di antaranya:
1.      Lebih tingginya nilai pasar dan bagi hasil saham pada perusahaan yang melakukan komunikasi internal yang efektif dibandingkan yang tidak melakukan komunikasi internal yang efektif.
2.      Lembaga yang melakukan komunikasi internal yang lebih efektif akan mengalami angka keluar masuk karyawan yang lebih rendah dibandingkan yang kurang efektif.[12]
Penanggung jawab komunikasi internal
Idealnya komunikasi internal merupakan tanggungjawab pimpinan eksekutif tertinggi (CEO) organisasi atau perusahaan tanpa memandang besar kecil ukuran perusahaan tersebut. namun pada pelaksanaannya terjadi berbagai variasi. Sebagian besar perusahaan mendelegasikan tanggung jawab ini pada dewan direksi kemudian diteruskan ke dalam departemen khusus.[13] Beberapa variasi penempatan tanggung jawab komunikasi internal di berbagai perusahaan sebagai berikut:
1.      Pada masa-masa awal dikenalnya konsep komunikasi internal, tanggungjawab komunikasi internal dipegang oleh bagian sumber daya manusia (human resource/HR),[14] bagian HR selain melakukan perekrutan, perhitungan penghasilan dan administrasi kepegawaian serta mengelola benefit lainnya, juga memberikan pelatihan dan sosialisasi tentang berbagai aspek dalam perusahaan terhadap karyawannya sejak pertama kali karyawan tersebut bekerja di perusahaan tersebut. Pada aspek sosialisasi dan pelatihan inilah HR berperan dalam menyampaikan apa yang diinginkan oleh manajemen agar perusahaan tersebut dapat terus berkembang, di antara poin-poin yang sering disampaikan di sana adalah kondisi terbaru perusahaan, target yang diharapkan, ide-ide pengembangan, nilai-nilai perusahaan, budaya perusahaan dan berbagai aspek lainnya. Alur komunikasi internal dalam hal ini cenderung bersifat ke bawah (downward).
2.      Namun dalam perkembangannya penyampaian pesan dari atas ke bawah itu tidaklah cukup. Para karyawan di masa ini tidak lagi dapat dijadikan sebagai objek pasif untuk menerima pesan-pesan korporat dan menjalankannya tanpa banyak tanya. Sehingga untuk mengakomodir perkembangan ini fungsi komunikasi internal di masa-masa sekarang banyak yang ditempatkan secara khusus pada departemen corporate communication yang tidak hanya menyebarkan pesan korporat namun juga menyediakan media diskusi.
3.      Pada perusahaan besar sebaiknya ada satu pihak yang bertanggungjawab terhadap komunikasi internal baik di dalam departemen HR dan juga di dalam departemen corporate communication, yang hubungan di antaranya digambarkan dengan garis kordinasi antar departemen.
4.      Perusahaan besar dengan pembagian divisi yang banyak seringkali menempatkan perwakilan komunikasi internal di dalam setiap divisi yang bertanggungjawab kepada manajemen divisi sekaligus juga langsung kepada departemen corporate communication pusat.
5.      Terdapat juga perusahaan yang menggunakan lembaga luar untuk melakukan komunikasi internal di perusahaannya. Contohnya pada tahun 2001 General Motors menggunakan konsultan komunikasi hubungan industry dari New York untuk menangani komunikasi dengan karyawannya.

Kesimpulan
Dari uraian di atas terlihat bahwa komunikasi internal sebagai disiplin baru sangat berkembang pesat dan memiliki ragam variasi penerapan yang luas. Variasi-variasi tersebut terjadi karena pada dasarnya komunikasi dalam hal ini komunikasi internal adalah menghadapi manusia dengan berbagai sifatnya yang unik ditambah lingkungan eksternal yang juga berbeda-beda. Sehingga satu strategi yang berhasil pada perusahaan A tidak serta merta dapat diterapkan secara sukses terhadap perusahaan lain. Perlu pemetaan yang spesifik terhadap masing-masing perusahaan untuk mendapatkan strategi komunikasi internal yang efektif.

Penulis: Rahmat Purwono
 
Daftar Pustaka
Harvard School of Business and Society for Human Resources Management, The Essentials of Corporate Communications and Public Relations, Harvard School of Business Publishing, Boston, Massachusetts, 2006.
Joep Cornelissen, Corporate Communication: A Guide to Theory and Practice, 3rd edn, Sage Publication, London, 2011.
Lyn Smith & Pamela Mounter, Effective Internal Communication, 2nd edn, Kogan Page, London, 2008.
Paul A. Argenti, Corporate Communication, 5th edn, McGraw Hill, New York, 2009.


[1] Joep Cornelissen, Corporate Communication: A Guide to Theory and Practice, 3rd Edition, Sage Publication, London, 2011, p. 163
[2] Paul A. Argenti, Corporate Communication, 5th edn, McGraw Hill, New York, 2009, p. 183.
[3] Lyn Smith & Pamela Mounter, Effective Internal Communication, 2nd Edition, Kogan Page, London, 2008, pp. 4-9.
[4] Paul A. Argenti, Corporate Communication, 5th edn, pp. 183-185.
[5] Joep Cornelissen, Corporate Communication: A Guide to Theory and Practice, 3rd Edition, p. 163.
[6] Paul A. Argenti, Corporate Communication, 5th edn, pp. 188-198.
[7] Harvard School of Business and Society for Human Resources Management, The Essentials of Corporate Communications and Public Relations, Harvard School of Business Publishing, Boston, Massachusetts, 2006, pp. 112-115.
[8] Harvard School of Business and Society for Human Resources Management, The Essentials of Corporate Communications and Public Relations, pp. 116-117.
[9] Joep Cornelissen, Corporate Communication: A Guide to Theory and Practice, 3rd Edition, pp. 164-168.
[10] Joep Cornelissen, Corporate Communication: A Guide to Theory and Practice, 3rd Edition, p. 172.
[11] Harvard School of Business and Society for Human Resources Management, The Essentials of Corporate Communications and Public Relations, pp. 120-125.
[12] Harvard School of Business and Society for Human Resources Management, The Essentials of Corporate Communications and Public Relations, p. 107.
[13] Lyn Smith & Pamela Mounter, Effective Internal Communication, 2nd Edition, p. 48.
[14] Paul A. Argenti, Corporate Communication, 5th edn, pp. 186-188.